Jadi Salafi Harus Berani ! (Gatra 31, 15 Jun 2007)


Majalah GATRA 30 / XIII 9 Jun 2007 dalam rubrik Agama, memuat berita dan ulasan berita yang berkenaan dengan komunitas SALAFI. Saya sebagai penganjur kepada pemahaman SALAFIYAH sangat tersengat dengan pemberitaan tersebut. Betapa tidak, yang diserang menurut berita tersebut adalah orang yang mengibarkan bendera SALAFIYAH . Dan yang diberitakan sebagai pihak yang menyerang ialah gerombolan yang menamakan dirinya MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIA (MMI). Gerombolan tersebut tidak terima ketika anak-anak muda SALAFIYAH itu membikin majlis saresehan untuk menjawab pemberitaan di majalah MMI. Pemberitaan di majalah itu berisi gosip yang riwayatnya bersumber dari seorang Yahudi sebagai rawi majhul ( nara sumber tak dikenal). Rawi majhul dari kalangan Yahudi tersebut sangat dipercaya beritanya oleh MMI, sehingga diberitakan dalam majalah mereka. Beritanya mengatakan bahwa “ orang-orang salafi telah dapat diperalat oleh yahudi”. Sementara anak-anak muda SALAFIYAH itu terbakar kecemburuannya dan merasa berhak menjawab gosip murahan yang dikemas indah dan menggiring kepada satu opini bahwa orang-orang Salafi itu diperalat oleh Yahudi.


Saya mengamati, rupanya MMI sedang menjalankan politik pemberitaan AGS (Asal gue suka) untuk mendukung perjuangannya yang berlabel “menegakkan Syari’ah Islamiyah” . Gerombolan ini dengan se-enaknya memberitakan bahwa orang-orang Salafi telah diperalat oleh Yahudi, yang notabene sebagai vonis sepihak tanpa pengadilan in absensia sekalipun. Namun ketika berita itu dibantah dalam majelis yang khusus diadakan untuk menolak vonis itu, serta merta gerombolan ini beraksi (di depan liputan masmedia) dan menuduh majelis anak-anak muda Salafiyah itu sebagai orang-orang yang mendiskreditkan majalah Risalah Mujahidin. Rupanya Syari’ah MMI mengajarkan : Kalau menuduh dan memvonis orang lain meskipun dengan gosip murahan, itu boleh dan bagus, asal dalam rangka perjuangan menegakkan Syari’ah. Tapi kalau ada orang lain yang membantahnya, itu berarti mendiskreditkan perjuangan Mujahidin Indonesia . Dengan kata lain, MMI dengan Risalah Mujahidin- nya sedang menampilkan gaya politik arogan yang monolitik.

Sikap demikian inilah yang menyeret mereka terus berbenturan dengan Ummat Islam yang ada di kalangan pemerintahan, bahkan dengan Ummat Islam lainnya yang dinilai akan menghalangi perjuangan mereka. Dan benturan itu akan lebih mudah tersulut, bila mereka terbakar oleh api hizbiyah (fanatisme kelompok berdasar hawa nafsu) yang menitahkan : Pejuang penegakan Syari’ah Islamiyah itu hanyalah Abu Bakar Ba’syir dan pengikutnya. Maka yang menentang orang ini dan pengikutnya berarti menentang perjuangan menegakkan Syari’ah Islamiyah. Siapa yang menentang perjuangan ini harus dianggap musuh Islam, atau minimal dianggap sebagai kaki tangan musuh Islam atau dengan kata lain sebagai orang yang diperalat oleh musuh Islam.

Bila kita memahami firman hizbiyah yang sangat bombastis tersebut, maka dengan mudah kita memahami mengapa majalah mereka dan sikap mereka itu sangat agitatif terhadap siapapun yang diluar komunitas gerakannya. Namun yang saya tidak paham, mengapa semangat mereka ini kok berkutat di arena politik praktis? Termasuk issu yang selalu disuarakan dalam retorika politik mereka: Berjuang menegakkan Syari’ah , ternyata hampir sepenuhnya dilagakan di arena sial itu. Padahal, bukankah bersikap adil terhadap lawan dan kawan itu adalah inti penegakan Syari’ah Islamiyah (lihat QS Al Maidah 8)? Bukankah berkata benar itu adalah inti akhlaq yang menjadi landasan bagi penegakan Syari’ah Islamiyah (lihat QS An Nisa’ 58) ? Bukankah mengikhlaskan segala pengamalan agama itu semata-mata untuk Allah Ta’ala, tanpa pretensi politik apapun atau kepentingan dunia yang manapun juga menjadi landasan bagi penegakan Syari’ah Islamiyah (QS. Al Bayyinah 5)? Tetapi mengapa kepentingan mendidik Ummat Islam untuk bersikap ikhlas bagi Allah Ta’ala, sulit dimengerti dalam kiprah mereka yang selalu tabrak lari dalam berbagai kasus berdarah? Mengapa kepentingan mendidik Ummat Islam untuk jujur dan berkata benar, sulit dipahami dalam aksi tebar gosip dan pemutar balikan fakta yang selalu mereka kiprahkan? Mengapa kepentingan mendidik Ummat Islam untuk bersikap adil terhadap lawan dan kawan, amat sulit dipahami dalam tampilan mereka sebagai lambang perlawanan terhadap penguasa? Saya benar-benar tidak paham penampilan-penampilan yang serba kontradiktif antara perkataan dengan perbuatannya.

Adapun anak-anak muda Salafiyah, saya menganjurkan kepada kalian untuk berani di jalan Allah Ta’ala. Sebab Salafus Shaleh (yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam dan para Sahabatnya radhiyallahu ‘anhum) yang menjadi panutan kita, adalah Imamnya para pemberani. Mereka adalah macan yang mengaum dan bukan ayam yang mengaum. Sebab kalau ayam mencoba untuk mengaum, baru dikerumuni ayam-ayam yang lainnya, sudah mengkerut dan ganti berkotek dan tidak bisa mengaum lagi. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa aalihi wasallam dan para Sahabatnya radhiyallahu ‘anhum adalah contoh para pemberani di jalan Allah dan tidak takut cercaan si pencerca di manapun dan kapanpun. Allah Ta’ala memuji dan menyanjung mereka dalam firmanNya QS. Al Maidah 54 : “Hai orang-orang yang beriman, siapa dari kalian yang murtad dari agamanya, niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintaiNya. Mereka ini adalah kaum yang bersikap rendah hati terhadap sesama kaum Mu’minin dan tegas penuh kemuliaan dihadapan orang-orang kafir. Kiprah mereka selalu berjihad di jalan Allah dan tidak takut cercaan si pencerca. Demikianlah keutamaan Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan Allah itu Maha luas keutamaanNya dan Maha Mengetahui kepada siapa sepantasnya keutamaan itu diberikan”.

Semua orang selain Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa aalihi wasallam, pantas untuk dikritik. Maka jangan takut mengkritik Ja’far Umar Thalib ataupun Abu Bakar Ba’syir, ataupun diri-diri kalian sendiri, dimanapun dan kapanpun. Jangan takut mengkritik, bila kritik itu memang diperlukan dalam rangka mendidik Ummat Islam agar terbiasa mengontrol dan mengendalikan semua perbuatannya dengan Al Qur’an dan As Sunnah . Dan bila kritik itu dalam rangka mendidik keikhlasan berislam untuk Allah semata. Jangan takut itu sinonimnya adala berani. Oleh sebab itu jadi Salafi memang harus berani !!!

Oleh Al Ustadz Ja`far Umar Thalib

Disalin dari http://alghuroba.org/berani.php

Ditulis dalam Manhaj. 8 Comments »

8 Tanggapan to “Jadi Salafi Harus Berani ! (Gatra 31, 15 Jun 2007)”

  1. Ram-Ram Muhammad Says:

    Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
    Weleh, dapat “teman baru ya? MMI… Tadinya saya kira “teman lama”…

    Definisi “menuduh” dan “agitatif” jadi bersifat relatif dan kabur. Siapa menuduh dan siapa tertuduh juga jadi semakin tidak jelas. Maka, mana yang benar dan mana yang salah juga tidak akan nampak. Saya cuma sekedar penggembira saja, yang justeru semakin tidak gembira dengan gontok-gontokan antar ummat Islam sendiri. Apakah perilaku ini juga warisan dari sebagian para sahabat yang juga terekam oleh sejarah, yang “mengajarkan” saling membunuh dengan sesama muslim. Bagaimana dengan kasus perang berkepanjangan antara Ali dan Muawiyah padahal keduanya adalah sahabat Nabi SAW juga, bahkan Ummul Mukminin Siti Aisyah Sadliyallahu ‘Anha juga sempat terseret? Kita memang punya sejarah “kelam”.

    Saya mencermati, agama-gama besar memang punya kecenderungan berpecah-pecah. Kita juga termasuk di dalamnya.

    Saya semakin tidak bergembira…

  2. Ram-Ram Muhammad Says:

    Walah, pake moderasi. Ya udah gak apa-apa. Ditayangkan syukur alhamdulillah, gak juga… nyesel sudah nulis panjang 8)

  3. sirbram Says:

    Persoalan antara Ali bin abi thalin vs Mu`awiyyah atau Ali vs `aisyah sama sekali bukan masalah agama, namun lebih kepada permasalahan politik saat itu saja. jadi jangan disamakan dg kasus diatas. kemudian kita harus menjaga lisan kita dari ucapan / anggapan tidak baik kpd para shahabat nabi, krn mereka telah dipuji oleh Allah dalam banyak ayat dan hadits nabi. maka mustahil Allah memuji orang yang jelek perangainya. shg kitapun dituntut untuk menahan lisan kita dari kasus-kasus yang terjadi dikalangan para shahabat tsb.
    Wallahu a`lam

  4. nasa Says:

    salam, ana dari malaysia, ana cuma mahu bertanya. kenapa kita perlu berbalah dan berdebat. kenapa kita tidak bersatu. kenapa masing-masing menyatakan dia yang benar. adakah dahulu bila orang bertemu ibnu mas’ud tak boleh bertemu dan belajar dari aisyah? bukankah masing-masing ada pegangan dan pandangan masing-masing. jadi tak bolehkah kita bersatu dalam akidah yang satu. pendapat wajar berbeza, tapi akidah tetap samakan?

  5. Akhmad Yani Says:

    Salafy dan MMI berada di satu jalan.
    Jalan Sunni.
    Bersatulah, agar ummat tidak bimbang

    HAMBA ALLAH YANG AWAM BANYAK JUMLAHNYA

  6. sirbram Says:

    jangankan MMI, Syi`i (penganut syi`ah), khawarij dsb bahkan yahudi dan nashara sangat mungkin untuk bersatu, dengan satu syarat yakni kembali kepada Al Qur`an dan Assunnah dengan pmahaman salafush Shalih. Maka sayapun mengajak saudara2ku dikelompok manapun, untuk bersatu dengan persatuan yg hakiki yakni persatuan yang diikat denagn Al Qur`an Da Assunnah dengan pmahaman salafush Shalih sebagai alat pengkoreksi setiap amalan kita, bukan dengan dasar melupakan dan bersikap pura2 tidak tahu atau lupa dengan kesalahan2 yang kita lakukan. Wallahu a`lam

  7. hardiman al-watunia Says:

    Takutlah kepada Alloh dan jangan takut kepada makhluq.
    (imam para pemberani adalah Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallaam. Jika imamnya saja seorang pemberani maka pengikutnya juga harus berani dalam menyampaikan kebenaran). Semoga dakwah salafiyah terus berjaya sampai hari kiamat)

  8. chaedar Says:

    Yaudah jadikan indonesia Negara islam, qur’an sebagai pedoman. Masalah beres.


Tinggalkan Balasan ke sirbram Batalkan balasan